SUARA RAKYAT, JANGAN DIBELI? - Di tengah panasnya suhu politik menjelang pesta demokrasi, seorang pemuda dari Yogyakarta, Jonathan Rahman (23), memilih jalur yang berbeda. Di saat banyak pemuda lainnya terjebak dalam euforia kampanye dan gemerlap uang politik, Jonathan justru menyalakan api kecil perlawanan. Bukan dengan orasi lantang atau demonstrasi besar-besaran, melainkan lewat gerakan sunyi yang perlahan tapi berdampak: edukasi dan kreativitas.
Awal Mula Kesadaran: "Politik Uang Itu Memiskinkan Rakyat"
Jonathan bukan anak pejabat. Ia tumbuh dari keluarga sederhana di daerah Sleman, dengan ayah seorang guru honorer dan ibu penjual jamu keliling. Sejak SMA, ia sudah aktif dalam kegiatan OSIS dan forum pemuda. Namun, titik baliknya terjadi saat mengikuti sebuah pelatihan kepemimpinan di mana dibahas soal bahaya laten money politik—sebuah praktik yang sudah dianggap lumrah namun merusak masa depan demokrasi.
"Kalau suara rakyat dibeli, maka pemimpin yang terpilih bukanlah yang terbaik, tapi yang terkaya. Rakyat rugi dua kali: suaranya dicuri dan nasibnya diabaikan," ujar Jonathan.
Fokus Perjuangan Jonathan Melawan Money Politik
Jonathan menyadari bahwa melawan money politik tak bisa dengan cara konfrontatif saja. Ia memilih jalan edukatif dan kreatif, dengan beberapa fokus utama:
-
Edukasi Anti Money Politik di Kalangan Anak Muda
Jonathan rutin mengadakan diskusi kecil di warung kopi, taman kota, hingga kampus. Ia membuat konten infografis sederhana di Instagram dan TikTok yang menjelaskan dampak buruk money politik. -
Bergabung dan Berkontribusi dalam Komunitas BARAMUDA
Komunitas BARAMUDA (Barisan Generasi Muda Bangsa) adalah rumah perjuangannya. Di komunitas ini, Jonathan menjadi fasilitator pelatihan kreatif—dari desain grafis, video storytelling, hingga public speaking—dengan semangat membentuk generasi muda yang melek politik dan mandiri secara finansial. -
Membangun Ekonomi Kreatif Berbasis Komunitas
Jonathan percaya bahwa salah satu alasan money politik laku adalah karena kondisi ekonomi yang rapuh. Maka, ia ikut menginisiasi program Creativepreneur Muda di BARAMUDA: pelatihan kewirausahaan untuk pemuda agar mereka tidak tergoda iming-iming sesaat dari oknum politik. -
Menyusun Kampanye Digital Positif
Bersama tim BARAMUDA, Jonathan mengembangkan kampanye digital yang mengangkat profil tokoh-tokoh muda inspiratif dan calon pemimpin bersih. Mereka memviralkan tagar seperti #SuaraTanpaHarga dan #PilihBermartabat.
Drama Perjuangan: Dicibir, Diabaikan, Namun Tak Pernah Menyerah
Perjalanan Jonathan tidak mulus. Tak sedikit teman dekatnya yang mencibir:
“Sudahlah, Jon. Idealismu itu gak bisa bikin kenyang.”
“Mau keren doang, padahal nanti juga ke politik juga.”
Bahkan, ia pernah ditolak mengisi seminar pemuda karena panitia takut dianggap “anti partai”. Tapi Jonathan tetap tenang. Ia tahu perjuangan jangka panjang bukan tentang popularitas, melainkan dampak.
“Saya bukan anti politik. Saya cinta politik yang bersih, karena politiklah yang menentukan arah bangsa,” tegasnya.
Di rumah pun, Jonathan sempat bersitegang dengan orang tuanya yang khawatir akan masa depannya. Tapi lama-kelamaan, dukungan datang, satu per satu. Teman-teman yang dulu mencibir, mulai membantu menyebarkan kontennya. Komunitas BARAMUDA semakin dikenal. Dan yang paling membanggakan, ada beberapa caleg muda yang mulai mengikuti kampanye bersih hasil inspirasi gerakan Jonathan.
Harapan dan Langkah ke Depan
Jonathan kini tengah mengembangkan kurikulum edukasi politik yang bisa diadaptasi ke sekolah-sekolah dan karang taruna. Ia juga tengah mempersiapkan buku digital berjudul “Pemilu Bukan Lelucon: Panduan Anak Muda Melawan Politik Uang”.
Baginya, perubahan besar selalu dimulai dari keberanian kecil. Di tengah arus pragmatisme, Jonathan memilih menjadi arus balik yang terus mengalir, pelan tapi pasti.
Komentar0